sekilas dan seiklhas info ; berkenalan dengan sebungkus nasi jinggo dari Bali
"Lapar?"
Di depan deret pertokoan, motor-motor dengan baki kecil diujung sadelnya berderet rapi. Beberapa renteng minuman seduh siap saji, dan beberapa bungkus nasi menjadi penghuni baki tersebut. Di diamnya waktu, beberapa wanita dan pria paruh baya duduk menanti satu atau dua orang untuk singgah. Ya mereka adalah para penjual nasi jinggo. Nasi penyelamat, bagi para pekerja urban sepertiku.
Sebungkus nasi Jinggo. Sumber : Dok. Pribadi |
Kalian pernah mengicip Nasi jinggo? Atau malah belum pernah mendengar si nasi dengan porsi ‘mini’ ini? Jika belum, sepertinya kalian harus segera berkunjung ke Bali untuk mencobanya.
Ya sama halnya dengan Kota Solo atau Jogja, Bali pun memiliki ragam makanan dengan porsi kecil, salah satunya nasi jinggo ini. Bila di Kota Solo atau Jogja, untuk mencari nasi kucing (sebutan untuk makanan porsi mini dari daerah tersebut) biasanya kita dapat menjumpainya pada lapak-lapak pedagang angkringan. Namun berbeda dengan nasi jinggo, di sini para penjual umumnya menjajakan nasi jinggo dengan menggunakan sepeda motor. Nasi jinggo yang dijajakan tersebut, biasanya di letakan pada sebuah baki yang diikatkan pada ujung belakang sadel sepeda motor. Meskipun tak sedikit yang menjajakannya menggunakan mobil, atau pada lapak-lapak pedagang kecil.
Ibu penjual Nasi Jinggo. Yo beli, Yo.. Sumber : Dok. Pribadi |
Di jamin zero waste dah, kalau dibungkus sama daun pisang. Sumber : Dok. Pribadi |
Bila kalian penikmat nasi kucing, tentunya tak akan asing dengan tempe dan tahu bacem, serta beberapa ragam lauk seperti sate usus, ceker dan kepala ayam, yang dapat menjadi lauk pilihan saat menyantap nasi kucing. Akan tetapi lain halnya dengan nasi jinggo. Para penjual nasi jinggo tidak menyediakan lauk tambahan, yang khas layaknya penjual nasi kucing. Biasanya penjual nasi jinggo hanya menyediakan beberapa macam gorengan, seperti tempe atau tahu goreng. Akan tetapi ada satu yang unik dan berbeda dari penjual nasi jinggo. Tak jarang beberapa dari mereka ada yang menyediakan sayur berkuah sebagai menu tambahan secara gratis.
Memang, untuk ukuran sebuah nasi bungkus, ia tidak terlalu besar. Hanya seukuran kepalan tangan orang dewasa, dengan tambahan beberapa lauk, seperti ayam suwir atau teri goreng yang dibubuhi dengan sedikit sambal di dalam bungkusnya. Terkadang mie goreng pun turut serta disajikan sebagai pelengkap. Rasanya itu semua sudah cukup untuk menjadi menu santap di kala pagi, siang atau malam hari bagi para penglaju dan pekerja urban yang tidak memiliki cukup waktu, untuk menyiapkan bekal makan.
Nah, jika telah mencoba nasi jinggo dan merasa belum kenyang, selamat kamu merupakan salah satu manusia normal yang hidup di planet ini (hehe). Tentu saja dengan porsinya yang mini, nasi jinggo ini dirasa kurang untuk sekali makan. Apa lagi bagi yang doyan makan. Tenang, para penjual nasi jinggo tidak akan keberatan bila kita membeli lebih dari satu bungkus. Bahkan, mereka akan merasa senang apabila kita membeli lagi. Tenang, harganya cukup murah kok yaitu lima ribu rupiah perbungkus. Selain itu, bila dipikir-pikir rasanyabila kita membeli lebih, bukankah kita juga turut membantu para penjual nasi jinggo tersebut. Benar kan? Berbuat baik itu tidak perlu muluk-muluk kawan.
Memaknai hidup dari sebungkus nasi Jinggo.
Selalu ada makna yang tersirat dalam segala hal. Entah itu hitam atau putih, kaya atau tua, bahkan besar atau kecil. Termasuk pada sebungkus nasi jinggo dan manusia-manusia yang mengiringnya.
Ia memang tak semewah makanan pada gerai-gerai resto yang selalu ramai dengan manusia-manusia pongah disana. Ia tak disolek dengan garnis-garnis cantik ala-ala koki eropa. Ia hanya apa adanya ia. Ia adalah Si nasi jinggo yang dibungkus oleh selembar daun pisang, meski terkadang kertas nasi pabrikasi setia juga membungkusnya.
Mari merasa lebih dalam lagi terhadap keberadaan nasi jinggo, si kecil yang sederhana dan jujur. Ya, rasa-rasanya seperti itu.
Sederhana dengan sajian lauk dan nasi yang cukup. Jujur tanpa mengada-ada baik rupa maupun rasa. Terkadang bila kita dapat mengkorelasi dan mengingat kembali hubungan antara sebungkus nasi jinggo dan suasana rumah, tentu kita akan sepakat dengan omelan seorang ibu saat kita hendak makan,
“ Bambang...! kalo ambil nasi gak usah banyak-banyak. Secukupnya aja. Kalo kurang baru nambah! Kan kasihan nasinya kalo gak habis jadi kebuang!”
Begitulah kira-kira omelan ibu yang khas saat kita hendak mencentong nasi.
Tidak hanya mengingatkan tentang ibu dan suasana rumah, bahkan bila ditelaah lagi, si nasi jinggo sepertinya ingin menitip pesan kepada kita. Ia berpesan agar kita sebisa mungkin menahan diri terhadap rasa ‘rakus’ sesaat terhadap makanan. Alangkah lebih baik, bila kita mengambil makanan secukup dan semampunya, tentunya dengan tidak menyia-nyiakan dan menyisakan makanan tersebut. Bahkan, mungkin bukan hanya tentang makanan, bila ditelaah lagi, rasa-rasanya ia berpesan banyak tentang hidup. Tentang, bagaimana menjadi orang yang selalu bersyukur dan mencukupkan diri dengan apa yang ada. Bukankah, bunga-bunga di pekarangan tak pernah memikirkan bagaimana ia harus tampil cantik dan elok? Dan bukankah burung-burung di udara tak pernah kuatir akan apa yang akan ia makan? Lantas bagaimana dengan kita? Sudahkah kita bersyukur hari ini?
Semoga kita senantiasa bersyukur.
O iya, sori. Kalo ke Bali jangan lupa icip sebungkus nasi Jinggo. Murah hanya lima ribu rupiah (tidak termasuk lauk, dan minuman tambahan). 😃
Salam.
Khas. Nasi Jinggo dengan teman-temannya. Kamu mau yang mana?
Sumber : Dok. Pribadi
Hemm,, sepertinya saya tau ibu sipenjual nasi jinggo itu,, dan si bambang yg mau ngambil nasi,, hehehe
ReplyDeleteSiap bang, dan pasti bambang yang itu
DeleteYaah .., kok dulu aku selama tiga bulan di Bali kok ngga ketemu pedagang nasi jinggo :(.
ReplyDeleteTaunya nasi jinggo dari post ini.
Kalau ada porsi kecil seperti ini bisa ngirit pengeluaran beaya makan, ya.
This comment has been removed by the author.
DeleteWah sepertinya selepas pandemi, harus ke Bali nih, buat nyoba nasi jinggo
DeleteWah... Aku tuh orangnya kecil, tapi makanku juga lumayan. Tapi, cukuplah dua porsi nasi jinggo untuk sekali makan. Lumayan kalau untuk di Bali yang serba harga turis.
ReplyDeleteNamanya juga unyu deh, tadi awalnya aku bacanya nasi jingo dan kepleset jadi hijo. Eh, ternyata nasi jinggo.
Penasaran dong bisa sehemat itu makan nasi jinggo di Bali karena belum pernah ketemu penjual nasi jinggo.
Wajib nih kak ke Bali trus nyobain nasi jinggo hehe
Deletekalo di tempatku namanya Ponggol
ReplyDeletewih unik juga namanya. saya baru dengar, boleh lah kapan-kapan ngicip.
Delete