Bukan Cerita Pendek ; saat menjadi dewasa itu pasti, lalu dimanakah beraniku berlabuh?
"Dimana ujungnya?"
secuil resah...
Di bawah terik panas matahari, ‘belalang hitam’ milikku deras melaju. Membelah deru ramai jalanan. Debu-debu beradu sesak dan pekak dengan suara bising mesin yang berputar maju. Ku kebut lagi motorku. Tentunya tak ingin terlambat karena menghabiskan waktu dengan jalanan aspal ini. Motor bergerak maju, salip kanan, salip kiri sambil kurasa lagi dekap erat dan berat dari ransel yang menempel di punggung. Yang tak lain berisi beberapa berkas, dan satu dua peralatan kerja. Ah, lumayan juga beratnya, celetukku.
sumber : Pixabay |
Saat tiba di persimpangan, motorku berhenti. Tampak di kejauhan kulihat sebuah sekolah yang riuh ramai, dengan murid-murid berseragam berjubel keluar untuk pulang. Wajah mereka yang tampak girang, membuat seolah-olah tak ada lagi beban selepas murid-murid itu pulang. Mungkin, hanya ada beberapa lembar PR untuk dikerjakan, selain selebihnya menghabiskan waktu untuk bermain bersama kawan-kawan. Sungguh menyenangkan, pikirku kala itu.
Hanya mencoba mengingat kembali, sepertinya menjadi anak-anak adalah hal yang menyenangkan. Ya kehidupan kita hanya di sibukkan dengan bermain, bermain dan bermain. Tanpa perlu memikirkan persoalan rumit, seperti orang dewasa umumnya pikirkan. Anak-anak tak perlu memikirkan pekerjaan, tak perlu memikirkan utang piutang, bahkan tagihan. Mungkin mereka hanya perlu memikirkan rumitnya matematika, kesalnya berebut gundu-gundu yang beradu, atau jengkelnya pada perintah ibu untuk tidur siang.
Beranjak remaja, rasa-rasanya tak jauh beda ketika masih menjadi anak-anak. Kita masih suka melakukan hal yang kita senangi. Kita masih bermain bola bersama teman-teman, membicarakan tontonan-tontonan kita yang bodoh kala akhir pekan, dan terkadang melakukan hobi-hobi yang membuat kita merasa hidup selayaknya remaja kala itu.
Akan tetapi perlahan namun pasti, kebiasaan anak-anak kita mulai memudar di masa remaja. Meskipun kebiasaan itu tidak sepenuhnya hilang. Kebiasaan anak-anak pun terkikis oleh sebuah rasa yang muncul dalam diri kita, yaitu sebuah rasa yang timbul tentang ‘keakuan’. Rasa yang berkembang menjadi pertanyaan-pertanyaan,
“siapa aku?”
“siapa kita?”
Yang Kemudian disertai pula dengan keinginan untuk melakukan tindakan yang dianggap sebagai cerminan jati diri. Ya, inilah masa pencarian jati diri. Masa dimana mulai timbulnya keinginan untuk diakui oleh orang lain. Yang terkadang menjerumuskan masa remaja kita ke hal-hal yang dianggap kurang pantas, dan terkadang berlawanan dengan norma-norma yang berlaku di masyarakat. Meskipun hal kurang baik tersebut tidak selalu dilakukan oleh sebagian besar remaja. Masih banyak remaja yang berusaha mengejar ‘keakuannya’ dengan melakukan hal yang baik.
Yuk, mari kita pikirkan kembali tentang makna menjadi dewasa. Yang aku pun terkadang merasa cemas menghadapi fase ini. Cemas terhadap pertanyaan-pertanyaan yang menghantui sepanjang waktu.
“mau jadi apa?”
“kuliahmu kan tani, kok jadi kuli ?”
“eh, kamu udah lulus kok luntang-lantung?”
“kapan Nikah?”
“kapan bayar kosan?”
“kapan bayar cicilan?”
“kapan ini?”
“kapan itu?”
Dan sejuta pertanyaan ‘kapan’ yang lain.
Khawatir? Cemas? Tentunya iya. Sebagai manusia biasa yang terbatas atas langit dan bumi, pantai dan palung laut kita berhak atas rasa cemas itu. Akan tetapi satu hal yang pasti, kita tidak boleh terlalu larut dalam setiap tanya dan resah yang ada. kita tidak boleh tengelam lalu hilang didalamnya. Bukankah seorang atlit semakin tangguh dan terlatih saat ia diberi beban latihan yang berat? Bukankah sebelum mampu bertempur dengan baik, seorang prajurit yang tangguh harus terbiasa dengan desing peluru dalam setiap latihannya?
Jangan takut dewasa. Menjadi dewasa itu pasti. Dengan pertanyaan-pertanyaan tersebut, kita hanya perlu terbiasa dengannya. Bukankah bisa itu karena terbiasa? Kuat itu karena terlatih? Semakin sering kita mendengar pertanyaan itu, maka akan semakin terbiasa kita dengannya. yang tentunya akan membuat kita jauh lebih dewasa dari sebelumnya dalam bertindak maupun berpikir.
Tetap tabah, tetap berusaha dan berdoa adalah kunci dalam menikmati irama hidup. Terkadang dalam
sekali tempo segala sesuatunya harus terjadi dengan cepat. Namun terkadang kita juga perlu mengatur ritme dengan sedikit memperlambat tempo agar semuanya berjalan dengan nyaman dan seimbang. Tidak semua hal keinginan dan harapan kita dapat diraih dalam waktu yang singkat. Semua perlu proses. Dan ingat menyerahkan semua proses kepada sang Pencipta adalah keharusan mutlak yang tak dapat diganggu gugat. Bukankah “God is Good?”
“tiiitttt...!”
Suara klakson motor supra di belakangku berbunyi melengking memekakan telinga. Membuyarkan aku dalam lamunan. Ah, ternyata tak kuperhatikan lampu penanda jalan telah berwarna hijau. Sambil menyumpah, orang itu mendahuluiku dengan raut wajah yang menjengkelkan. Kubalas dengan senyuman renyah dengan rasa penuh salah. Terlalu asyik memikirkan masa depan ternyata tidak baik juga teman, ada kalanya kita juga harus fokus terhadap kondisi saat ini. Jangan sepertiku, terlalu banyak menghayal masa depan, sampai lupa lampu merah telah berubah menjadi hijau.
Lantas, bagaimana denganmu? Apakah kamu juga merasakan keresahan yang sama denganku? jika iya, selamat berjuang. Mari kita berjuang bersama meraih mimpi dan angan. Tetap semangat ya, dan ingat, Tabah sampai akhir!
"dimana kah Tuhan itu?
aku mencarinya"
"ini Dia nak, dalam setiap hela nafasmu.
maka beranilah...."
very good my brother, Tabah sampai akhir!
ReplyDeleteDankee brotherr
Deletetabah sampai akhir ini yang nggak boleh diganti dengan tabah sampai ngacir. semangat!
ReplyDeleteSiap bang, hehe tabah terus tak pernah berakhir
DeleteJawabanku adalah sama.
ReplyDeleteAku juga merasakan hal yang sama , resah ditanya dengan banyak pertanyaan kenapa.
Cara menyiasatinya aku tak mau ambil pusing omongan orang dan tak membiarkan pertanyaan2 kapan itu tinggal lama dipikiran
wah betul juga saranya bang, kita memang harus membiarkan pertanyaan-pertanyaan itu berlalu
Delete