Pesan dibalik Tumis Sosis dan Tempe
Hati - (Hati) Manusia
Di siang yang terik, di sebuah
warteg untuk makan siang. Rasa sesak masih saja menghimpit di dalam dada. Dan
disaat nafas masih tersengal tak beraturan, kupesan sepiring nasi lengkap
dengan lauk-pauk. Loyang-loyang manis berbaris rapi, sayur-sayur hingga tongkol
tersaji menghampar.
Diantara isi Loyang-loyang itu,
mataku tertuju pada sebuah Loyang yang berisi tumis sosis dan tempe. Sejenak
aku tersenyum kecil, siapa yang menyangka, si sosis yang terkesan eropa bisa
bertemu dengan si tempe yang nusantara. Mereka berbaur dalam dalam satu wadah, dan
satu kaldu yang mengikat.
Rosa Sumber : Pixabay |
Ah, boleh lah sedikit mengulas
cerita dibalik jalan panjang si sosis yang tersaji nikmat didalam Loyang tersebut.
Menurut catatan sejarah yunani (500 SM), bangsa Sumeria (300 SM), adalah bangsa
pertama yang membuat sosis. Sosis diciptakan oleh bangsa Sumeria untuk
mempersiapkan diri menghadapi masa paceklik pada musim dingin. Selain bangsa
Sumeria, bangsa Yunani kuno juga mengenal sosis meski dengan nama orya. Pada akhirnya bangsa Yunani ditaklukan
oleh bangsa Romawi yang ternyata menyukai sosis. Mereka menyebut sosis dengan
sebutan salsus (artinya asin), yang
lambat laun berkembang menjadi sausage
dalam bahasa inggris, dan saucijs
dalam bahasa Belanda.
Dan tentu saja, sejalan dengan
kolonialisme Belanda di Indonesia, sosis pun sampai ke Nusantara, di sertai dengan perjalanan sejarah dan
cerita panjang yang menyertainya.
Demikianlah sekilas tentang
perjalanan si sosis. Sementara waktu, mulutku tak berhenti mengunyah makanan
dari piring yang ada di hadapanku, sembari otakku masih menganggumi keunikan menu
makan siang itu. Ya, itu adalah cerita sekilas tentang si sosis yang berasal
dari daratan Eropa. Dan sesungguhnya aku pun tak terlalu peduli dengan asal-usul serta latar belakangnya. Namun
faktanya, sosis itu jelas-jelas ada dan menjadi menu makanan baru yang
berkolaborasi dengan si tempe. Si sosis, yang memiliki garis sejarah ‘elit’
sudi berbaur dalam satu kuah, satu wadah dengan si tempe yang kata orang adalah
makanan wong cilik.
Seandainya si sosis dapat memilih
untuk tidak di masak bersama dengan bahan makanan lokal seperti tempe, tentunya
Loyang-loyang itu akan berisik, bergoyang karena para sosis berontak keluar
dari dalamnya, mereka akan meloncat ke sana kemari tak tentu arah. Tentu
suasana riuh dan kacau akan memporak porandakan isi dapur. Si tukang masak akan
bingung dan pusing. Bagaimana bisa bahan makanan yang akan dimasaknya menolak
untuk diolah? Rupiah-rupiah akan raib, segala isi kepala dan upaya dalam
menyiapkan menu istimewa itu akan berakhir sia-sia.
“kami hanya ingin di masak dalam
cita rasa eropa saja!”
“antar kami pada piringan - piringan
pizza itu, hanya kami yang pantas menjadi toppingnya!”
Atau ini,
“siapa yang sudi berkumpul
bersama jamur-jamur kedelai yang pengap ini, kami hanya ingin menjadi isian
dari hot dog yang menawan itu!”
Ya, demikianlah ungkapan-ungkapan
yang terucap dari mulut para sosis seandainya mereka dapat berbicara.
Namun, sekali lagi, jalan
takdirlah yang bercerita. Si sosis tak akan pernah bisa mengelak pergi, atas
menu apa yang akan diolah pada mereka. Demikian juga dengan si tempe, siapa yang mengira ia akan bisa
sebahagia itu karena bisa bersatu dalam satu olahan yang nikmat dengan si sosis.
Dan rasa-rasanya manusia-manusia yang fana diluar sana juga berlaku demikian.
Bukan kah begitu, kasih?
Memang, berbagai macam manusia di
luar sana, tengah pongah, atau pun gundah. Atas perilaku cinta terhadap hati
mereka. Ada tipikal yang erat dan kuat berjabat, sampai-sampai enggan berpisah.
Ada pula yang saling malu dan tersipu atas cintanya. Ada juga yang berkeras
muka, sampai-sampai seisi ruang porak-poranda karenanya. Atau bahkan, yang
diam-diam menitipkan doa pada langit malam dan bintang-bintang, agar rapalan
doa yang diucapkan sampai pada Tuhan atas rasa cinta mereka yang teramat dalam.
Ah, mungkin seperti itulah rupa cinta dan rasa hati masing-masing manusia.
Oh iya, jangan lupa kan sosis dan
tempe. Cinta beda kelas. Beda kasta. Yang beberapa manusia undur karena
berbagai macam perbedaan dalam cinta. Entah perbedaan ataupun kekurangan yang
menimpa masing-masing mereka. Bukan kah tempe itu berjamur? Lembab dan pengap?
Namun dia menjadi menu makanan yang nikmat saat dipadukan dengan si sosis. Demikian
juga dengan si sosis. Ia tak akan berarti apa-apa jika tanpa tempe di dalam
Loyang tersebut. Tentu akan beda cerita dan rasa apabila tak ada tempe di
dalamnya.
Cinta itu saling melengkapi. Menyempurnakan
masing-masing kekurangan. Bukan kah demikian, ungkapan-ungkapan klise yang
sering kita dengar? Namun bila direnungkan kembali memang benar adanya. Cinta itu
tidak bisa di takar, tidak bisa diukur, dan dinalar. Dan cinta itu adalah
sebuah keirrasionalan yang dibenarkan terjadi adanya.
Sudah banyak contoh kasus dan
peristiwa tentang ketidak sempurnaan yang pada akhirnya bersatu untuk saling
melengkapi dalam hal cinta. Ada Ucok baba pengidap kelainan fisik Achondroplasia,
yang mengakibatkan tubuhnya tidak bisa tumbuh
seperti manusia normal lainnya. Namun, ia bisa mendapatkan cintanya dan berkeluarga
bersama Rina Anjelina. Meskipun sempat ditentang oleh keluarga dari sang istri,
namun usia pernikahan yang hingga kini mencapai 22 tahun, dan dikarunai empat
orang anak, membuktikan bahwa cinta itu tak bisa diukur, dihitung dan dinalar. Bila dipikir
secara rasional, bagaimana bisa Rina Anjelina yang cantik, sudi menerima si
Ucok Baba dengan ketidak sempurnaanya?
Atau ini, seorang motivator yang
mendunia dan sangat menginspirasi. Nick Vujicic, ia juga seorang yang tidak
sempurna. Lahir dengan kondisi tubuh tanpa tangan dan tungkai kaki, yang pada
suatu masa dalam hidupnya ia sempat berkeinginan untuk bunuh diri karena
kondisinya yang cacat dan tidak sempurna. Ia frustasi, dan kehilangan semangat
hidup dan sempat menyalahkan Tuhan atas keaadaan dirinya. Bahkan ia berpikir tak akan ada seorang wanita yang
sudi mencintainya bahkan menikahinya. Namun sekali lagi, cinta itu unik ia
adalah anugrah dari yang Esa untuk masing-masing manusia, termasuk untuk Nick. Kini
ia telah berkeluarga dan dikaruniai empat orang anak dari pernikahannya bersama
istrinya yang cantik, Kanae Miyahara.
Nick Vujicic dan Kanae Miyahara serta keempat anaknya. Sumber : Koalahero |
Hei kasih, tak perlu kita risaukan lagi masalah hati dan cinta. Karena tiap hati
akan menemukan pasangannya, tiap cinta akan menemukan padanannya. Tugas kita
hanya lah berdoa dan berusaha, serta berproses untuk memantaskan diri. Percayalah,
tiap kita telah dianugrahkan cinta oleh yang Kuasa. Kejar, dan percayai takdir
cintamu. Amin.
Comments
Post a Comment
terimakasih telah membaca tulisan ini, saya sangat senang bila anda berkenan meninggalkan jejak. salam